Senin, 05 Juli 2010

...MATI SURI SEKIAN DETIK...

Kedua matanya melihat jiwanya terikat di bawah pohon besar,di tengah ladang saat senja mulai datang. ratusan anak rantai melilitnya bagaikan menjelma seekor ular yang melingkar antara jiwa dan pohon besar,luka-lukanya menganga,darahnya keluar bercampur nanah yang mulai mengering dan mulut serangga asik menjilati.

Kedua matanya mulai membengkak,menghitam menahan air mata yang memaksa keluar,hatinya tertelan kabut dosa,jantung berhenti berdetak sejenak,daun bibirnya terluka tergigit giginya sendiri. Kesalahan itu belum terbaca hingga hujan turun lebat.

Kedua matanya sayu,lelah menyaksikan suatu derita . jiwanya basah,darah dan nanah mengelupas dari jiwanya,terbawa air hujan,kemudian mengalir menuju danau dekat ladang. Jiwanya membiru,tak ada kehidupan yang aman untuknya,kecuali mati karna terikat rantai dan terluka.

Kedua matanya terpejam,seolah tau tentang kematian jiwanya. Hatinya mulai luntur dari kabut dosa,jantungnya kembali berdetak dan daun bibirnya mulai mengering meninggalkan sedikit luka,perih jika terkena air liur dari dalam mulutnya sendiri.

Kedua matanya kembali terbuka,di karenakan hujan berhenti dan pagi sudah tiba. Jiwanya sudah menghilang tertelan bersama air hujan yang meresap kedalam tanah ladang. Pohon besar itu masih berdiri kokoh,rantai yang menjelma seperti ular tergantung di antara ranting pohon.

Kedua matanya melihat ukiran tulisan di kulit akar pohon besar,tubuhnya membawa kedua matanya mendekat lebih dekat dan semakin dekat.

Kedua matanya memperhatikan,ukiran seolah berbicara mengeluarkan suara yang tetangkap kedua daun telinganya.

Kedua matanya kembali terpejam,menghayati maksud dan arti suara yang keluar dari sebuah ukiran.

BIARKAN SEGALA HAL YANG TERTINGGAL DI BELAKANG MU MENUJU KEMATIAN. KINI PERGILAH BERSAMA MATAHARI MENUJU KEBARAT.

Kedua matanya tebuka,merasakan jiwanya hidup kembali dan melupakan ingatan dari darah-darah tak berosa.

Minggu, 06 Juni 2010

...UKIRAN TERIMA KASIH DARI IBU DI ATAS MEJA...


Terbang menembus lubang-lubang kecil yang hampir tertutup lumut,sebelum bisa melihat awan. Ketika kawanan burung membawa senja,ribuan cacing di makan serangga dan putri lebah tertidur pulas,sepasang mata mencuri cerita dari sela-sela lubang berlumut.

Anak bawang menangis mencari selogam uang receh yang jatuh di saluran air,lengan mungil menjadi korban,mengocek-ngocek lumpur,meraba-raba mencari keberadaan uang logam.
air matanya keluar tanpa disadari,jumlah uang berkuang takut sesuatu tidak terbeli,hatinya bergetar menegangkan semua otot tubuh,keringat berlomba-lomba keluar dari celah pori-pori kulit yang kusam. Kedua kakinya melemas,anak bawang terduduk di depan saluran air,menunggu logam yang terjatuh bosan di dalam lumpur kemudian keluar karna tak tahan dengan baunya saluran air.

Lubang hampir tertutup rapat,awan belum juga bisa terlihat dan senja sudah datang karena kawan burung iseng terbang tidak dapat memakan cacing karena serangga lebih dulu menyantapnya,putri lebah terbangun dan marah karna pasukan lebah tidak dapat banyak madu. Sepasang mata asik mencatat kisah anak bawang yang menagis karna uang logam.

Senja menegur anak bawang agar lekas pulang,karena sang ibu meringkik kesakitan karna penyakit ganas menggerogoti bagian dalam tubuh si ibu. Tangisannya berhenti,anak bawang putus asa karna logam tak kembali lagi,langkahnya membawa menuju rumah tabib,ada obat yang harus di ambil untuk ibu. Tapi,tapi logam kurang satu,anak bawang harus berterus terang tentang kejadian tadi kepada tabib,bahwa selogam uangnya jatuh dan di curi lumpur yang bau. Kediaman dengan dua pintu besar yang terbuat dari kayu yang mahal,di antara celah-celah pintu bayangan anak bawang terlihat dari dalam rungan kerja tabib. "masuk lah,terlalu lama kau membiarkan ibumu sendiri di rumah" Mukanya pucat,takut tabib tak memberi obat karna logam kurang satu,anak bawang menunduk diam dan menahan suara tangis yang masih tersisa. bungkusan berwarna hitam yang berisi obat-obatan lansung di beri tabib,telapak tangannya yang besar mengusap rambut yang tumbuh di kepala anak bawang,suranya terdengar lagi untuk ke dua kalinya "simpan saja logam-logam itu,cepat kembali unutk ibumu"

lumut semakin tebal,diam-diam mengusir sepasang mata untuk mencuri cerita,awan sudah pasti tak terlihat karena senjapun sudah pulang di usir sang malam. Kawanan burung lelah dan kelaparan serangga asik mengusap perutnya karna terlalu kenyang sehabis menyantap cacing putri lebah takut tak punya persiapan makan di musim gugur nanti.

Langkah kecilnya lebih cepat 200 kali lipat,tubuhnya basah di guyur keringat. Kedua lengannya menggenggam logam dan bungkusan hitam untuk ibu. Langkahnya terhenti,kerikir jahat menghalangi,anak bawang terjatuh darahnya merah pelan-pelang keluar,genggamannya terbuka,semua berserakan,berantakan,karana kerikil jahat yang menghalangi. Logam berpencar di jalan yang penuh lubang,bungkusan hitam untuk ibu sobek mengeluarkan semua isinya.

Ibu melihat cahaya,terang kekuning-kungingan,ibu senyum malaikat datang lebih cepat sebelum anak bawang tiba di rumah. Air mata ibu hanya beberapa tetes menyambut sang malaikat,karena seharusnya sisa air mata si ibu untuk si anak bawang ketika datang membawa bungkusan hitam,tapi kerikil menghalangi langkahnya,ibu lebih dulu pergi bersama malaikat. Sepotong ukiran ucapan terimakasih dari ibu di atas meja dengan sendok yang sebelumnya di letakkan di pakai untuk mensuapin ibu sarapan pagi.

Anak bawang menagis lagi,waktu tak memberi harapan terakir semua berceceran tau mungkin ibu belum berpamitan,anak bawang menjerit kesakitan karna lukanya dan jerit kesedihan ibu pergi meniggalkannya. Langitnya hitam,tapi cahaya kekunig-kunigan terlihat,ibu terbang menembus lubang-lubang yang sudah tertutup lumut,karna sepasang mata sudah tak bisa mengintip dan mencuri kisah terakhir.

Tinggalah terdidur kawanan burung karna tak bisa menahan lapar,serangga terlalu pulas karna kekenyangan dan putri lebah pasrah mati kelaparan bersama para prajurit lebah lainnya,tau kematian itu ada bukan sebuah cerita.


Anak bawang bilang pada malam "tolong titip bungkusan hitam ini untuk ibu disana"


Jumat, 28 Mei 2010

...AKU INGIN LEBIH DARI 1 MIMPI...


Aku bediri tepat di depan lemari kayu,memandangi coretan masa lalu. Kedua mataku membaca salah satu tulisan tinta berwarna merah marun dengan huruf kapital yang besar. "mimpi itu bisa jadi kenyataan,tapi kenyataan bukanlah mimpi" aku mengelakan nafas dengan berlahan. Ini tulisan di waktu aku masih mempunyai mimpi itu,saat semua terasa mudah meraihnya,saat aku belum terpuruk seperti sekarang ini dan kini mimpi itu lenyap,hanya ada kenyataan yang sedikit berat untuk aku terima. Seribu lipat kekecewaan terbungkus dalam kardus yang terikat pita merah di luarnya menghias rapi,menjadi hadiah terunik tahun itu. Waktu terus berlalu,mimpi itu berbuah di pikiran ku,setiap harinya buah itu bertambah satu,sehingga memenuhi pikiran dan memaksa otak ku untuk terus memikirkan mimpi itu,entah kapan buah itu berjatuhan kemudian membusuk termakan benalu dan lenyap dari pikiran ku.

Lucu rasanya tersiksa oleh mimpi sendiri,serasa mengikat seluruh tubuh ku menggunakan tali baja dari ujung rambut hingga ujung telapak kaki ku. Seperti orang bodoh hanya diam tak bergerak karna ulah ku sendiri. Seharusnya ku mencoba melepaskan ikatan itu,meskipun dengan waktu yang lama,tapi itu suatu perjuangan untuk meraih mimpi ku selanjutkan. Hidup ini kan panjang,tidak mungkin manusia hanya mempunyai satu mimpi,jika ke gagal itu hanyalah hal biasa,tapi kesuksesan itu sangatlah luar biasa. Kini hanya aku yang bisa tentukan antara mimpi dan kenyataan.

sekarang waktunya untuk rubuhkan pohon mimpi tahun itu,bersihkan halaman pikiran dari buah yang semakin hari bertambah satu tapi pait rasanya,cabut akar pohon tanpa nama itu,taburkan bibit unggul di dalam pikiran ku. Kumpulkan tenaga untuk membuka jeratan tali baja yang mengikat tubuh ku,sehingga aku tidak lagi menjadi orang bodoh yang tertelan mimpi sendiri dan tak pernah nyata.

Aku kembali dalam ruang realita,dimana waktu takan mengulang dan takan menunggu sesuatu datang. Tapi aku yang mengikuti waktu untuk sesuatu yang baru.

...Kini aku terlahir kembali untuk sebuah mimpi...

Apa aku masih membutuhkan jawaban mimpi tahun lalu itu?

Senin, 24 Mei 2010

... ...KERAMAHAN SUASANA DESA YANG SUNYI...

Setiap harinya orang-orang sibuk di awal pagi dan setiap pagi. Sebagian besar penduduk desa berprofesi sebagai petani dan ibu rumah tangga,aku dan para anak petani lainya menyisihkan waktu pagi untuk bersekolah,dan kemudian sepulang sekolah meluangkan waktu untuk bermain gatrik dan permainan tradisional lainnya bersama anak-anak desa. Tetapi ada pekerjaan rutin yang tidak bisa aku tinggalkan,yaitu mengantarkan makan siang yang di titipkan oleh ibu untuk ayah di ladang,dan kemudian membantu ayah memandikan kerbau warisan kakek,yang kini menjadi miliknya. Setelah itu membantu ibu mencari kayu bakar untuk keperluan memasak di dapur,hingga sore harinya aku dan ayah pulang ke rumah,ibu sudah mulai mempersiapkan sarapan malam dan ayah masih membersihkan tanah merah yang menempel di ujung cangkulnya. Seperti biasa seember air hangat sudah tersedia di dalam kamar mandi yang di siapkan oleh ibu untuk aku mandi,segar rasanya,rasa capek yang melekat di tubuhku seolah luntur bersamaan di setiap guyuran air hangat. Setelah itu saatnya aku mengenakan pakaian yang sudah di sediakan ibu dan diletakkaan di atas tempat tidurku. Baju kokoh,sarung dan kopiah,saatnya menunggu ayah selesai mandi dan menunggu adzan magrib berkumandang. Terdengar suara bedug,tanda waktu magrib tiba,adzan magrib berkumandang dan ayahpun sudah siap untuk melangkahkan kakinya menuju tempat yang suci itu,sebelum berangkat aku mencium telapak tangan ibu terlebihdahulu untuk berpamitan,dan ibupun juga mencium telapak tangan suaminya yaitu ayahku sendiri,dan sebelum kami melangkahkan kaki,ibu berkata "JANGAN PERNAH LELAH UNTUK TERUS MEMOHON KEPADANYA" aku dan ayah tersenyum. sepasang sandal bakiak mengantarkan langkah ku dan ayah menuju masjid yang terletak di tengah-tengah ladang. Ternyata masjid sudah di penuhi jamaah yang tidak lain penduduk sekitar desa ku,dan suasana kekeluargaan sangat teras di dalam masjid. Komat mulai terdengar dan imampun mulai menyuruh para jamaah merapatkan shafnya,dan saatnya menundukan kepala kemudian mengangkat kedua telapak tanggan setinggi telinga dan meletakannya di depan dada,sambil berucap "ALLAHUAKBAR". setelah bersujud kepadanya sebanyak tiga rakaat,selesai salam rakaat terakhir mulailah aku meletakaan kedua telapak tangganku yang terbuka tepat di depan wajahku,dan doapun mulai kusiram dari dalam hati yang suci ini,dan selembar harapan doaku semakin menumpuk di meja sang pencipta. Selesai berdoa aku dan ayah kembali kerumah dan ibu sudah menanti kami berdua di meja makan,wah,sepertinya perutku dan ayah mulai keroncongan setelah bekerja seharian penuh. Tidak banyak bicara aku dan ayah lansung menghampiri meja makan yang sudah di penuhi piring-piring yang berisikan menu makan malam. Seperti biasa ikan asin,tahu,sambal dan setengku nasi putih hangat menu favorit keluargaku. Dengan lahap kami santap,tidak lupa canda-canda kecil yang di tawarkan oleh ayah dan tawa yang keluar semakin menghangatkan suasana. Kenyang sudah perutku,saatnya membaca buku pelajaran di kamarku,yang hanya di terangi lampu badai dan nyanyian serangga malam mulai terdengar kencang di telingaku. Kemudian ibu mulai melanjutkan pekerjaan malamnya,menyulam di teras rumah dan ayah mulai meniupkan nada seluring bambu menemani ibu dan warga sekitar melewati malam yang indah di desa yang sunyi ini.

Malam semakin tebal,tiba-tiba hujan turun dengan derasnya,kamipun mulai sibuk di buatnya. Beberapa ember yang biasa untuk mandi dan mencuci pakaian,kami letakkan di bawah atap yang bocor,air semakin banyak yang memaksa masuk kerumah,dan genangan airpun tidak bisa di usir,pasrah sudah malam ini. Sepertinya aku,ibu dan ayah akan tidur bersamaan di atas meja makan,karna kasur yang terletak di dalam kamar kami basah kuyup terendam air hujan yang masuk dari lubang atap rumah keluargaku. Dingin makin mengancam,dan gelap sudah pasti menjadi teman di malam ini. Karna tidak ada penerangan sama sekali,dan mulai redup nyanyian serangga malam yang mungkin terdiam karena rumah mereka juga terendam air hujan dan terbunuh dinginnya malam. Semakin sunyi,benar-benar sunyi malam ini. Ibu mulai memeluk ku,dan menyanyikan nyanyian semenjak ku kecil,dan ayah asik menggantikan peran sang serangga malam dengan seluring bambunya. Indah terdengar,sungguh nyaman aku di buatnya,hingga tak sadar akupun terlelap dalam pelukan ibu dan terhanyut dalam nada seluring bambu ayah di atas meja makan keluarga ku.

Pagipun mulai mengetuk pintu rumah,dan serangga pagi mulai kembali bernyanyi,kemudian embun pagi mulai luntur dari dedaunan. Saatnya bangun dan mengucapkan "selamat pagi desa yang sunyi" ,setelah aku bangun ayah dan ibuku sudah tidak ada di dalam rumah,mungkin ayah sudah pergi ke ladang dan ibu mungkin sedang membeli sayuran. Saatnya mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah,ketika aku bergegas menuju kamar mandi,tiba-tiba aku mendengar teriakan-terikan warga desa di luar sana,sepertinya pagi ini kurang baik kabarnya. Dan rupanya aku mendengar suara ayah yang terselip diantara teriakan-teriakan warga desa, Tidak lama aku mengurungkan niat untuk pergi ke kamar mandi,dan keluar rumah untuk melihat apa yang sedang terjadi. Jelas,aku melihat dengan jelas,tepat di depan rumahku,ratusan warga yang sedang berdiri berjajar membuat pagar pertahanan untuk mengamankan ladang mereka,dan aku mulai terkejut ketika melihat ratusan pasukan bertameng dan pukulan besi sedang berusaha menembus pagar pertahanan penduduk desa ku. Aku hanya bisa diam dan menangis ketika pagar pertahanan tertembus oleh ratusan pasukan yang bertameng,mereka mengusir penduduk dan melontarkan pukulan dengan tongkat besi ke arah penduduk desa yang mencoba mempertahankan ladangnya. Laki-laki dan wanita desa bergabung di sana,anak-anak,orang dewasa dan orang-orang tua juga bergabung mempertahankan surga mereka yang ingin di ambil oleh orang-orang yang memanfaatkan jabatan dan kekayaan mereka. "tidak",aku berteriak ketika aku melihat sesosok yang aku kenal sedang di pukuli pasukan yang bertameng. Iya,itu ayahku,terkapar di jalan dan keluar darah dari kepalanya. Ibuku langsung memeluk ayah yang sudah terkapar karna luka pukulan yang cukup parah,ibu menangis,penduduk desa menagis,dan aku juga menangis. Sebagian warga masih ada yang coba untuk melawan dan sebagian warga banyak yang lari terbirit-birit dan banyak juga dari mereka yang tumbang karna luka pukulan yang di derita seperti ayah ku. Aku berjalan pelan dari pintu rumah menuju ibu yang sedang memeluk ayah,air mataku terus keluar dengan deras sampai tepat aku berdiri di depan ibuku,air mataku tetap turun membasahi kedua pipiku. Ibu menarik tanganku,hingga posisiku terduduk tepat di sisi ibu dan ayah,kembali ibu memelukku,pelukan yang sangat hangat dan haru. "ayah,ayah" dengan pelan ku ucapkan lewat mulutku yang kecil mungil ini. Selang beberapa menit suasana desa mulai sedikit tenang di banding sebelumnya.

Tak lama aku melihat sedan mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan ladang,kemudian turunlah seorang pria berjas hitam dengan sedikit kumis tepat di bawah hidungnya dan membawa tongkat serta cincin emas di jarinya dan sebuah cerutu yang mengeluarkan sedikit asap. Pasukan bertameng dan bertongkat besi itu langsung membuat pagar pertahanan untuk melindungi si orang kaya dengan sedikit kumis itu,sebuah alat pengeras suara di berikan oleh salah satu kacungnya kepada si kumis kucing (sebutan untuk si orang kaya) untuk berpidato di tengah-tengah penderitaan penduduk desa ku. "selamat pagi,bapak ibu. maaf sekali lagi jika terjadi seperti ini,kami sudah memperingatkan berulangkali kepada sodara sodari sekalian untuk angkat kaki dari desa ini secepatnya. tapi,sampai detik ini kalian masih saja menjadi benalu di tanah pemerintah ini". Iya,setau ku tanah ini memang milik pemerintah,dan kami para penduduk desa hanya menjadi buruh untuk sekedar mengelolah lahan yang tadinya kosong,dan kami manfaatkan untuk menjadi mata pencarian penduduk desa. Bahkan sebelumnya dan setiap bulannya kami di mintai pajak dari hasil panen. Lantas warga desa langsung bersorak ketika mendengar kata "benalu" yang di ucapkan dari mulut si kumis kucing,karna mereka merasa terhina. Tetapi si kumis kucing tidak menghiraukan sorakan itu dan si kumis kucing makin asik melanjutkan pidatonya. "iya,ini tanah ingin kami bangun sebuah apartement,jadi kalian silahkan membereskan barang-barang anda dan pergi dari sini secepatnya". Kemudian ayah,ibu,penduduk desa dan aku kecewa mendengar keputusan seperti ini,semua warga mulai membereskan barang-barang yang bisa di bawa seadanya,aku dan ibu merangkul ayah untuk membawa ke teras rumah,kemudian ibu mengambilkan kain basah dari dalam rumah dan segelas teh hangat kemudian di berikan pada ku,untuk membersihkan luka di kepala ayah,sedangkan ibu sibuk membereskan barang-barang yang bisa di bawa pergi. Tidak banyak,hanya baju aku,ayah dan ibu kemudian seluring bambu milik ayah dan tidak lupa kerbau warisan dari kake ku. Setelah ibu selesai membereskan barang-barang,dan ayahpun juga sudah merasa lebih baik,kemudian kami bertiga pergi meninggalkan desa dan menyusul penduduk desa lainnya yang pergi lebih dulu. Sambil berjalan pelan meninggalkan desa,secara bersamaan pasukan bertameng langsung merobohkan secara paksa rumah-rumah penduduk desa,termaksud rumah keluarga ku. Yang di dalamnya tertinggal ribuan cerita,cinta dan duka yang ikut terkubur dengan puing-puing bangunan. Hari ini desa tidak lagi sunyi,ratusan petani dan ibu rumah tangga menangis sambil gigit jari,anak-anak tak lagi bisa bermain,dan aku tidak akan bisa mengantarkan makan siang untuk ayah,memandikan kerbau dan mencarikan kayu bakar untuk keperluan ibu memasak. Tidak,tidak akan pernah terjadi lagi. Dan hari ini sepertinya keluarga ku dan penduduk desa lainnya kembali mencari desa yang sunyi dan berharap tidak akan terulang lagi kejadian seperti ini.

...KESUNYIAN KU BERSAMA KEPEDIHAN KU...

Kutatap langit merah menjingga

Harapan dan keinginan membias pudar

Sendiri dalam dunia semu,membisu terpaku dalam tegarku merintih

Sakit di hati seakan nyata,dan coba tuk palingkan muka

Namun,kesunyian menyapa ku

Bersama lirih senandung melodi kepedihan

Kemana hilangnya kebahagian yang di anuggrahi oleh mu

Hingga,aku terperangkap dalam kesendirian

...TIK...TIK...

Kabut lepas dari malam,subuh menggigil dingin embun di dedaunan menyapu mimpi sebuah botol kosong. Isinya terbuang,tertelan suara cempreng bertubuh kekar. Layang-layang terbang mendekati awan,memberi pesan turunkan hujan. Ranting kering takut bunga tak tumbuh mekar,ribuan serangga berhenti mencari makan. Awan membaca pesan layang-layang,alam berharap mendung segara datang. mengisi botol kosong,membiarkan ranting di tumbuhi bunga dan serangga kembali bekerja mencari makan. Tik..tik.. gerimis menyapa bersama senja,sebentar lagi hujan,tenang dan rasakan.

Minggu, 09 Mei 2010

...TERJUAL MAHKOTANYA...


Langit hitam,hilang sudah birunya di usir mendung.
Hujan bernyanyi ramai,petir halilintar mengeluarkan nada mengagetkan.
Angin berlari-larian,debu hanyut terbawa air kesolokan.

Hati wanita ketakuan,hilang termakan dingin.

Menagis sendiri di pojokan,menahan perih selaput darah terbuka lebar.
Si om asik menikmati hujan,melupakann istri di rumah manja bersama si muda.

Hujan di mata si wanita,terjual sudah mahkotanya.

Pakai lagi piama itu,minum kopi nanti kita lanjutkan.

Pertama yang menyakitkan,tapi sirna di bilas kenikmatan.
basah berkali-kali,liur keringat mengaduk satu gejolak sama rata sama rasa.

Kopi habis,libido muncul memancing urat nadi berdiri kencang.
Letakan tubuh mu di ranjang,satu kan tujuan dan pkiran.

Dompetku masih tebal,tenang kunci mobil sudah di tangan.

Si om asik keringetan.



Sabtu, 01 Mei 2010

...TUAN MENYENGIR...

Kantung kering tuan menyengir

Minggir-minggir jebol berangkas selagi tuan menjadi pemimpin

Rakyat semakin miskin

Tak peduli,kini tuan semakin tajir

kami sedang mengintip

Di layar kaca tuan tejepit

Wartawan disana-sini

Tuan semakin terkenal

Rakyat menuntut tuan di hakimi

Di jebloskan ke dalam bui

Karna tuan ketawan mencoceng uang negri

Tapi,hakim memukul palu tiga kali

Tidak berani mengakhiri kasus ini

Amplop di tangan kiri

Akhirnya tuan bebas lagi

Kembali terlihat tuan di layar kaca

dengan senyum menawan

Wartawan masih saja mencari berita

Sedangkan kawan-kawan percuma berteriak

"HAKIMI TUAN...MASUKAN TUAN KE BUI"

Dan rakyatpun kecewa

Sungguh hebat si tuan,mempunyai banyak uang